Ratna Juwita
Readers, karena kalian membaca ini, apakah aku
bisa menyimpulkan bahwa kalian adalah pencinta misteri? Kalau iya, tos dulu! *tos.
Aku
suka sekali cerita misteri sejak SD. Cerita misteri yang pertama kali kubaca
adalah komik Detectif Conan. Aku sampai berkhayal ingin menjadi detektif juga.
Hehe. Sejak membaca komik Conan, aku pun membaca serial Sherlock Holmes karena namanya
seringkali disebut di dalam komik itu.
Sejak
itu aku menjadi begitu ketagihan dengan cerita misteri, apalagi yang bertema
detektif. Aku juga sempat membabat buku-buku anak karangan Enid Blyton yang
menurutku sangat seru saat SMP. Jadilah kini aku menjadi pencinta misteri.
Salah
satu hal yang menarik dari novel misteri adalah ending-nya yang sering tidak
terduga. Karena itu, berikut ini adalah tiga buku bertema misteri dengan ending
tak terduga yang aku rekomendasikan untuk kalian:
Tokyo
Zodiac Murders Karya Soji Shimada

(sumber gambar di sini)
Pada
suatu malam bersalju tahun 1936, seorang seniman dipukuli hingga tewas di balik
pintu studionya yang terkunci di Tokyo. Polisi menemukan surat wasiat aneh yang
memaparkan rencananya untuk menciptakan Azoth—sang wanita sempurna—dari potongan-potongan
tubuh para wanita muda kerabatnya. Tak lama setelah itu, putri tertuanya
dibunuh. Lalu putri-putrinya yang lain serta keponakan-keponakan perempuannya
tiba-tiba menghilang. Satu per satu mayat mereka yang termutilasi ditemukan,
semua dikubur sesuai dengan prinsip astrologis sang seniman.
Review: 4.5/5
Cerita
berawal dari kematian seorang seniman di sebuah ruangan tertutup, setelah itu
selama lebih dari 40 tahun orang-orang berlomba-lomba memecahkan kasus ini,
tetapi taka da satu pun dari mereka yang berhasil memecahkan misteri pembunuhan
tersebut. Media-media menerbitkan berbagai macam artikel dan penerbit-penerbit
mempublikasikan buku-buku mengenai spekulasi-spekulasi mengenai misteri ini, tetapi
tetap saja pada akhirnya misteri ini tetap tak terpecahkan hingga kemudian
isunya mereda.
Novel
yang pertama kali diterbitkan di Jepang pada tahun 1981 ini menggunakan sudut
pandang orang pertama seorang tokoh bernama Kazumi Ishioka yang menemani sahabatnya
yang merupakan seorang astrolog sekaligus detektif bernama Kiyoshi Mitarai. Kalau
kalian pernah membaca serial Sherlock Holmes, maka Kazumi Ishioka diibaratkan
seperti Dr. Watson dan Kiyoshi Mitarai adalah Sherlock Holmes.
Meskipun
alurnya bergerak sangat lambat, kasusnya sangat menarik, unik, tidak biasa, dan
membuatku berpikir keras. Setting waktu tahun 1979 benar-benar terasa dan
dideskripsikan dengan sangat baik. Semua spekulasi seolah dengan mudahnya ditampik
begitu saja berdasarkan fakta-fakta lama maupun yang baru saja ditemukan.
Namun, kalian mungkin akan sedikit dibuat bingung dengan penjelasan mengenai zodiak
dan astrologi di bagian awal bab.
Terlepas
dari kebingungan yang aku rasakan ketika membaca di bab-bab awal, bab-bab selanjutnya
benar-benar membuatku terbenam dalam buku. Aku dibuat sangat penasaran dengan
jalannya kasus dan sosok pembunuh yang sama sekali tidak nampak sekalipun hanya
bayangannya saja.
Aku
biasa menebak-nebak pelaku ketika membaca Detektif Conan, Sherlock Holmes, dan
cerita misteri lainnya. Kebanyakan benar, tapi tak jarang juga salah dan novel
ini malah semakin mengukuhkan rekor “salah tebak”-ku. Benar-benar tak terduga.
Termasuk trik pembunuhannya.
Membaca
novel ini seperti sedang menunggu bom waktu untuk meledak!
Walaupun
aku sudah membaca buku ini sejak tahun 2017, aku masih bisa merasakan sensasi
keterkejutan dan rasa menyenangkan yang selalu hadir ketika membaca buku
misteri yang mengasyikkan!
Aku
bahkan sempat mengira kasus ini benar-benar pernah terjadi di Jepang, lalu
memutuskan untuk pergi mencarinya di internet dan berakhir dengan fakta bahwa
buku ini murni hanyalah fiksi. Selama berhari-hari bahkan bertahun-tahun
setelahnya, aku masih ingin mengulang membaca novel ini, barangkali aku akan
menemukan hal-hal baru yang sebelumnya tidak kusadari.
Buku yang
sangat apik! Aku sangat merekomendasikannya untuk kalian terutama yang sangat
menyukai cerita misteri. Mungkin, buku ini bisa menjadi “angin segar” untuk
kalian yang jenuh dengan cerita-cerita misteri lainnya.
The
Good Son Karya You-Jeong Jeong

Yu-jin
terbangun karena bau darah dan menemukan dirinya berbaring di ranjangnya
sendiri dalam keadaan berlumuran darah. Tetapi itu bukan darahnya. Lalu darah
siapa? Jawaban untuk pertanyaan itu baru diketahuinya setelah ia menemukan
ibunya tergeletak tak bernyawa dengan leher tergorok di tengah genangan darah
di kaki tangga apartemen dupleks mereka.
Sebagai
penderita epilepsi, ingatan Yu-jin sering bermasalah dan ia tidak bisa
mengingat apa pun yang terjadi kemarin malam. Hanya suara ibunya yang selalu
terngiang-ngiang di telinga. Suara ibunya yang memanggil namanya. Apakah sang
ibu memanggilnya untuk meminta tolong? Atau untuk memohon agar Yu-jin tidak
membunuhnya?
Yu-jin
pun berusaha mencari tahu apa yang terjadi, menggali ingatannya dan menguak
rahasia gelap tentang keluarganya … dan tentang dirinya sendiri.
Sementara
itu, di dermaga tidak jauh dari sana, ditemukan juga mayat seorang wanita muda dengan
luka menganga di leher.
Review: 4.2/5
Ini
adalah buku paling menyebalkan yang pernah kubaca. Lho?
Tidak,
bukan karena buku ini buruk, justru karena berhasil membuatku sebal, buku ini sangat
menarik untuk dibaca!
Dari
sinopsisnya saja kalian sudah merasa penasaran belum? Mungkin sebagian dari
kalian yang sudah pernah membaca cerita dengan premis serupa, kalian merasa
biasa saja saat membaca sinopsisnya.
Novel
yang menggunakan sudut pandang orang pertama ini sangat rinci dan deskriptif
dalam menggambarkan pemikiran tokoh utamanya. Aku bahkan sampai terheran-heran
dan bertanya-tanya, apakah penulisnya merupakan orang yang menderita epilepsi
juga? Pendeskripsiannya benar-benar terasa nyata seolah aku benar-benar sedang masuk
dalam pikiran Yu-jin.
Otakku
berusaha membangun berbagai macam spekulasi mengenai tokoh, tapi tanpa sadar
aku justru terseret oleh berbagai pemikiran tokoh itu sendiri. Penggiringan
asumsi inilah yang menjadi hal paling menarik dari novel yang diterbitkan di
Korea pertama kali pada tahun 2016 ini.
Karena
aku biasa membaca novel detektif dengan sudut pandang orang pertama yang
menceritakan orang lain—contohnya seperti Sherlock Holmes—novel ini memberikan
nuansa lain. Tokoh utama yang mencoba memecahkan sendiri kasusnya, lengkap
dengan narasi jalan pikirannya, merupakan cerita dengan level kesulitan yang
berbeda.
Aku
dibuat bertanya-tanya cara penulis menjabarkan alur cerita tanpa memberikan “spoiler”
sama sekali. Spekulasi-spekulasi baru bermunculan seiring dengan fakta-fakta
baru yang ditemukan oleh sang tokoh utama.
Ending-nya tidak terduga dan menyebalkan (ngotot).
Secara keseluruhan, novel ini ditulis dengan sangat baik. Terjemahannya juga
ringan dan tidak kaku sehingga tidak membuatku bingung atau jengah. Aku sama sekali
tidak bisa lepas membaca novel ini. Alhasil, seharian aku membaca novel setebal
360 halaman ini tanpa jeda—kecuali makan dan mandi.
Novel ini
cocok banget buat para pencinta misteri yang tidak biasa!
The Da
Vinci Code Karya Dan Brown

Siapa
yang tidak mengenal Dan Brown? Namanya sudah melanglang buana di jagat
perbukuan. Kalau kalian pencinta misteri, biasanya kalian sudah tidak asing
lagi dengan nama ini.
The Da
Vinci Code adalah karya pertama Dan Brown yang langsung menggegerkan dunia.
Mengapa bisa begitu?
Pertama,
ceritanya super tidak biasa.
Kedua,
alur ceritanya benar-benar rapi, memukau, asyik, dan sama sekali tidak
menjenuhkan.
Ketiga,
novel ini memasukkan fakta-fakta yang memang ada di dunia ini seperti Lukisan
Monalisa yang sangat terkenal itu, organisasi Biarawan Sion yang kontroversional
dan didirikan tahun 1099, sekte Opus Dei, konspirasi-konspirasi lukisan Da
Vinci, dan lain-lainnya. Beberapa nama yang tercantum dalam sebuah perkamen
yang ditemukan di Perpustakaan Nasional di Paris adalah nama-nama terkenal
seperti Sir Isaac Newton, Botdcelli, Victor Hugo, dan Leonardo Da Vinci.
Keempat,
ending yang bisa membuat pembaca terpana dan hanya bisa geleng-geleng
kepala.
Untuk
para pencinta misteri, ending adalah salah satu penentu suatu karya dikategorikan
bagus atau tidak. Seringnya, ending yang tak terduga adalah favorit para
pembaca. Siapa yang tidak?
Novel
ini berawal dari pembunuhan Jacques Sauniere, seorang curator Museum Louvre dan
Grand Master Biarawan Sion. Ia ditembak mati pada suatu malam di museum
tersebut oleh seorang rahib Katolik albino bernama Silas yang melakukannya atas
perinta seseorang misterius yang dijuluki “Guru”. Polisi kemudian memanggil
Robert Langdon yang merupakan seorang profesr seni dan simbol dari Universitas
Harvard untuk memecahkan kode rahasia yang ditinggalkan oleh Sauniere menjelang
kematiannya.
Bersama
dengan Sophie Neveu, kriptogafer kepolisian yang sekaligus merupakan cucu
Sauniere, Langdon berusaha memecahkan kode deret Fibonacci tak beraturan yang
ditinggalkan Sauniere. Perjalanan mereka tersebut satu per satu mengungkap
banyak sekali misteri dunia.
Dan
Brown memulai karyanya ini dengan penggambaran karakter-karakter yang kuat.
Pasti akan langsung melekat di kepala walaupun sudah berhari-hari,
berminggu-minggu, atau bahkan bertahun-tahun. Seperti yang terjadi padaku.
Deskripsi waktu dan tempat tidak mubazir, pas sesuai porsi, dan penuh dengan hal-hal
baru yang membuatku tidak bisa lepas membacanya.
Aku
bahkan masih ingat debaran jantung dan adrenalin yang meningkat seiring dengan
cerita berjalan. Otakku dibuat berpikir keras untuk mencerna berbagai macam informasi
baru yang disajikan dalam novel apik ini.
Setelah
dipublikasikan untuk pertama kali pada sekitar tahun 2003, novel ini langsung
menarik perhatian banyak orang dari seluruh dunia. Berbagai dialog terkait
novel ini bermunculan di mana-mana. Intinya novel ini berhasil mengguncang
dunia! Sampai saat ini, aku menjadi penggemar Dan Brown karena karya-karyanya yang
selalu tak biasa.
Aku
tak bisa berkata-kata lagi. Kalian harus membaca novel ini dan selamat jatuh
cinta dengan Dan Brown!
---------------
Adakah di antara ketiga buku tersebut yang sudah kalian baca?