‘Senja itu apa sih,kak?’
‘Senja itu lembayung.. langit indah
dikala sore, yang berarti tatanan surya saat akan memasuki belahan lain bumi.
Senja itu indah.. seperti dirimu...’
“Senja..
Seenjaaa!!” Aku tersentak kaget mendengar teriakan itu. Tepat ditelingaku.
Aku menoleh dan melotot kearah Ridwan yang menatapku jengkel.
“Apa sih?! Jangan
teriak-teriak kenapa?!” Kataku kesal. Temanku yang satu ini memang sangat
menyebalkan! Selalu saja berteriak-teriak di telinga orang seperti macan yang
kelaparan. Ditambah lagi, Ia telah mengusik lamunanku. Aku jadi bertambah kesal
padanya.
Yang dibentak malah
nyengir kuda. Kemudian, dia duduk disebelahku. ”Maaf-maaf! Jangan marah
gitu,dong! Mukamu kusut tuh,jadinya! Aku kan hanya mau membicarakan sebuah
berita terhangat! Lagipula, kamu juga, sih kerjaannya ngelamun mulu!” Katanya
dengan mata berbinar, seolah penuh dengan penyesalan yang diapit kemunafikan!
Tapi, padanya aku
tak bisa marah berlama-lama, karena bagaimanapun juga dia adalah teman terbaik
yang kupunya. Dia memang sedikit menyebalkan dan tidak begitu populer di
sekolah tetapi, bagiku dialah yang paling populer dalam kehidupanku setelah ibu
dan kakakku.
“Berita apa?” Aku
bertanya dengan malas. Ya,tentu saja! Bagaimana aku tidak merasa malas apabila
dia mengatakan itu hampir setiap hari! Baginya, semua hal adalah berita hangat!
Sampai anak yang terjatuh pun dianggap berita hangat untuknya.
“Ada anak baru!
Masuk kelas ini!” Matanya bersinar menatapku.
Aku menghembuskan
nafas,”Dia cewek?” Tebakku tanpa memandangnya.
“He-em!” Dia
mengangguk cepat.
“Cantik?” Tebakku
lagi
“Ya!”
“Putih?”
“Siipp!”
“Rambutnya panjang?”
“Oke!”
“Matanya indah?”
“Banget!”
“Bodinya ...” Kata-kataku
menggantung. Tidak mau meneruskanya.
“Keren dan ... mm!”
Aku membekap mulutnya dengan cepat, sebelum dia mengatakan kata-kata yang tidak ingin kudengar.
Aku membekap mulutnya dengan cepat, sebelum dia mengatakan kata-kata yang tidak ingin kudengar.
“Kalau itu,mah.. tipe
cewek idamanmu!” Aku meliriknya lalu mengambil buku dari dalam tasku
dengan menggunakan tangan kananku. Sedangkan tangan kiriku masih sibuk membekap
mulut Ridwan yang sudah ingin melanjutkan kata-katanya.
Sudah kuduga,
bicaranya pasti ke arah Singapura apabila terus dibiarkan. Pikiran dan otaknya
memang terkadang tidak jauh-jauh dari hal tersebut diatas. Apalagi, kalau
menyangkut masalah cewek, dia bahkan bisa mengatakan hal yang lebih dari pada
itu. Berbeda sekali denganku, yang justru tidak menyukai cewek manapun,
secantik apapun, dan sekaya apapun selain kakak kandungku sendiri. Pelangi.
Jangan salah paham.
Aku bukanlah tipe cowok yang menyukai saudara sendiri. Aku menyukai kakakku
sebagai dewa pangganti ibuku yang sudah meninggal sejak aku masih kecil. Namun,
sekarang sama saja dengan tidak memiliki keduanya, karena kakakku sedah
menjemput ibukku 1 tahun yang lalu. Dan aku, telah kehilangan keduanya.
“Anak-anak! Ayo
diam!” Tiba-tiba, guru Agamaku telah berdiri di depan kelas. Disampingnya,
berdiri seorang cewek putih, berambut panjang dan entah aku bisa mengatakan
bahwa matanya itu indah atau tidak.
“Mmff..mmff!” Aku
baru menyadari bahwa tanganku masih berada dimulut Ridwan. Dia melotot kearahku
dengan muka merah.
“Oh..sorry! gak nyadar!”Aku langsung melepas
tanganku dari mulutnya.
“Lo! Hah..hah.. mau ngebunuh gue ya?!” Dia membentakku sambil sesekali
melirik guru dan cewek baru itu. ”Eh.. dia cantik,kan?” Dia mengedipkan matanya
beberapa kali dengan genit kearahku.
“Jangan memandangku seperti
itu! Jijik tau!” Aku tersenyum mengejek padanya.
“Anak-anak! Ini ada
teman baru untuk kalian! Ayo,silahkan perkenalkan dirimu!” Kata Bu Erni kepada
cewek itu. Yang disuruh, melangkah malu-malu kedepan.
“Nama saya..” Dia
berhenti sejenak dan memandang berleliling. Dan entah ini hanya perasaanku atau
dia memang melihatku lebih lama daripada yang lainnya?, “Nama saya Pelangi!”
DEG!! Jantungku bersikap tidak normal. Berdetak jauh lebih cepat dari batas kewajaran. Bergerak lebih cepat dari kereta express sekalipun. Aku melotot dan menunduk tak percaya. Aku tau dia mengatakan hal lain lagi, tapi aku tidak mendengarnya setelah itu. Antara sadar dan tidak. Telingaku seperti dibuat tuli olehnya. Sesak. Aku punya masalah sekarang, dadaku terasa sangat sesak!
Memori otakku mulai
menghubungkan antar jembatan yang terhubung dengan cepat! Pusing. Bayangan masa
lalu tentang kakak mulai merangkak masuk
lewat kilasan hitam di depan mataku. Kepalaku pening. Seakan diguncang gempa
yang maha dahsyat. Semakin lama, tergambar jelas sosok kakak yang sangat
kusayangi. Kakakku Pelangi. Lalu, sedetik kemudian semuanya menjadi gelap dan
aku tak bisa mengendalikan cerebellum-ku.
------PDS------
‘Kakak,akan baik-baik saja..’ Kata kakak tersendat-sendat dan menatapku lewat matanya yang teduh.
‘Kakak berjanji?’ Tanyaku diantara
tangisanku. Aku memegangi tangannya.
‘Lebih dari itu..’ Dia tersenyum
lemah.
‘Kakak ... boleh aku tanya sesuatu?’Aku menatap matanya.
‘Apa?’ balasnya.
‘Senja itu apa sih,kak?’Dia
tersenyum mendengarnya.
‘Senja itu lembayung, langit indah
dikala sore.. yang berarti tatanan surya saat akan memasuki belahan lain bumi!
Senja itu indah, seperti dirimu..’Setelah itu,matanya tertutup. Jantungku
berdetak cepat. Aku mengguncangkan tubuhnya semampuku. Aku tercekat! Tidak ada
suara yang berhasil keluar dari tenggorokanku. Aku menangis.
‘Sudah Senja!Sudah!Senja!’
“Senja!! Senjaa!!”
“Ngh..” Aku mendesah
pelan. Dan kemudian mencoba untuk membuka mataku yang terasa berat. Aku menatap
lurus kearah Ridwan yang memandangku dengan cemas.
-----PDS-----
Seminggu sudah sejak kejadian itu. Aku duduk termenung di
sudut taman. Malas. Benar-benar malas. Aku tidak mau berada dikelas bersama
dengan cewek itu. Bersama cewek yang namanya mirip kakakku itu. Jujur saja,
sejak kejadian itu aku trauma bertemu dengannya. Aku juga tidak tau apa yang
telah terjadi padaku yang kurasa begitu membencinya. Walau terlihat tanpa
alasan yang jelas, tetap saja aku tidak menyukainya lebih dari siapa pun.
Semakin lama,
semakin banyak saja hal darinya yang mirip dengan kakakku. Sungguh menyebalkan!
Dan lagi, sekarang hampir seluruh cowok di sekolah ini menyukainya! Termasuk
Ridwan! Ah! Aku mengacak-acak rambutku dan menggaruk-garuk kepalaku yang tidak
gatal. Anak baru itu kini benar-benar telah menguasai sekolah ini.
Tap-tap-tap
Aku mendongak.
Menyadari ada orang datang mendekat dan bersiap untuk meninggalkan tempat
renunganku ini. Tetapi, aku tak jadi melakukanya. Aku diam. Melihat sosok yang
berdiri tegak di hadapanku. Sosok yang menatapku dengan tatapan yang lembut
sebenarnya, tetapi berhubung aku yang melihatnya, bagiku itu menyebalkan!
“Hai,Senja!” Sapanya
sok ramah. Aku memutar bola mataku dan bersiap untuk pergi dari tempat itu. Aku
sama sekali tak berniat berada disini bersamanya.
“Eh, tunggu! jangan
pergi! Aku mengganggumu,ya?”
“Sangat!” jawabku
cepat.
“Maaf,ya! Kenapa
sih, kau sepertinya tidak menyukaiku?”
“Aku bukan laki-laki
di sekolah ini yang kebanyakan memujamu!” jawabku ketus.
“Oh ya? Aku tidak
merasa seperti itu!” Dia tersenyum dan masih berdiri didepanku.
“Hah ...” Aku
menghembuskan napas,”Memangnya ...”
“Senja ...” potongnya.
Aku semakin kesal. ”Aku tau kau tidak menyukaiku karena namaku, kan?” Dia
menatapku sedih.
“Jangan sok sedih!
Pasti Ridwan yang telah memberitahukanmu,iya kan? Sudahlah! Malas aku disini
bersamamu!” Aku berjalan menjauh darinya dengan langkah cepat. Aku benar-benar
tidak suka bersamanya disini. Tidak suka.
-----PDS-----
Bel pulang sekolah
berdentang dengan keras. Aku berjalan keluar kelas setelah merapikan buku dan
membawa tasku. Aku sedang marahan dengan Ridwan. Sehingga, dia tidak duduk di
sebelahku sekarang. Tentu saja semua ini karena gadis itu. Dia yang telah
membuat aku dan Ridwan bertengkar setelah dari taman tadi.
Aku berjalan keluar
kelas. Namun,lagi-lagi langkahku terhenti. Memang, ini karena gadis itu. Tapi,
kali ini lain perkaranya, karena kulihat dia sedang diseret oleh 3 orang siswi
yang selalu menyebut diri mereka itu cantik dan selalu membuatku muntah dengan
gaya mereka yang menurutku norak
sekali! Dan sekarang, apa yang sedang mereka rencanakan dengan membawa gadis
itu bersama mereka? Kelihatanya, gadis itu juga tidak suka berada diantara
mereka.
Ah,sejak kapan aku
menjadi begitu peduli pada gadis itu? Itu bukan urusanku! Namun, kakiku sama
sekali tidak bisa kuajak untuk menjauh dari sini. Jangankan hanya untuk
selangkah, sesenti-pun aku tidak mampu berpindah dari tempatku berdiri. Sedangkan
mataku, terus mengikuti setiap gerakan yang mereka lakukan.
-----PDS-----
“Ehm.”Aku berdehem
keras begitu aku sampai didepan pintu gudang. Tentu saja aku melakukannya
dengan sengaja.
“Se-Senja??”Mereka
bertiga dengan kompak membelalakkan mata dan berkoar.
“Ngh ... para gadis
yang imut namun menjijikkan! Mau tidak apabila perbuatan yang kalian lakukan
ini diketahui oleh kepala sekolah? Hukuman apa ya, yang pantas diberikan kepada
siswi yang suka melakukan kekerasan?” Aku menatap mereka dengan senyum
menyindir. Tanganku bergerak perlahan kedalam saku celanaku. Mereka kini
menatapku ketakutan, ”Mmm.. satu lagi! Aku punya bukti rekaman soal perbuatan
kalian barusan, akan kutunjukkan dengan senang hati apabila kalian
menginginkannya!”
“Ti-tidak!” jawab
salah seorang dari mereka dengan tubuh gemetar. Wajahnya mulai terlihat memucat
sedikit demi sedikit.
“Atau,kalian mau
meninggalkan tempat ini dengan cara damai?”Aku menatap mereka tenang, dan hanya
membiarkan mereka lewat saat mereka berlari keluar gudang dengan buru-buru dan
penuh rasa ketakutan. Aku tersenyum lega. Entah kenapa aku bisa berada disini
tapi, kakiku terkadang memang bergerak semaunya.
Begitu melihat
mereka menuju kearah gudang, tanpa sadar aku mengikuti mereka. Ya,tapi aku juga
tidak mau mengatakan bahwa aku mengkhawatirkan gadis itu. Sama sekali tidak!
Aku mulai melangkah lagi meninggalkan gudang.
“Senja,terimakasih!”Aku
mendengar suaranya yang lemah.
“Bukan untuk
menolongmu!” Aku menjawab ucapannya tanpa menoleh kearahnya dan terus
melanjutkan langkahku.
-----PDS-----
Aku duduk ditepi
tempat tidurku. Gelisah. Aku tidak tau apa yang telah membuatku segelisah ini.
Tapi, perasaan ini benar-benar membuatku jengkel. Tidak enak. Perasaan yang
pernah kurasakan sebelumnya disaat kakak dan ibuku meninggal dunia. Aku
berdiri, dan berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Arah langkahku tak menentu,
berjalan sekehendak urat dan saraf
kakiku.
Dibenakku, terlukis
wajah gadis itu. Aku tidak khawatir. Bukan, kurasa bukan. Aku bingung. Apa
sebenarnya yang telah terjadi? Tapi, yang pasti aku yakin bahwa aku sama sekali
tidak mengkhawatirkannya.
Tok-tok-tok
Aku terlonjak kaget mendengar
pintu kamarku diketuk. Aku melangkah mundur karena terkejut, namun sedetik
kemudian aku telah bisa mengendalikan diriku lagi.
“Si-siapa?” Tanyaku
sambil memandang kearah pintu.
“Anu, Den! Ini saya
Mbok Nah!” Suara itu membuatku lega sesaat, ”Ada Den Ridwan diluar!” Aku
mengerutkan kening.
“Oh, suruh dia
masuk, Mbok! Aku akan segera keluar!”Setelah itu,terdengar langkah menuruni
tangga dari luar kamar. Aku diam sejenak. Berpikir.
Ridwan? Mau apa dia
kesini? Bukankah aku dan dia sedang marahan? Ataukah dia ingin minta maaf
padaku? Mungkin saja! Aku tersenyum senang dan membuka pintu kamar lalu,
menuruni tangga dengan cepat .Aku melihat Ridwan duduk di sofa dengan posisi
menghadap kearah yang berlawanan denganku. Aku semakin senang karenanya.
“Ridwan?” Sapaku. Dia menoleh dengan seulas
senyum tipis dibibirnya.
“Hai,Nja!” Balasnya singkat. Aku langsung
duduk didepannya. Kulihat, dia memegang sebuah surat ber-amplop putih ditangannya.
“Mau apa? Kalau minta maaf aku juga..”
“Nja ...” Dia memotong ucapanku. Lalu, dia
menatapku dengan sedih. Aku bingung karenanya, ”Pelangi..”
“Jangan sebut nama itu!”Aku ganti memotong
ucapannya. Dadaku berdebar-debar.
“Yah,..dia..” Kata-katanya menggantung. Aku
semakin gelisah melihat gelagatnya yang tidak biasa itu. Dan lagi, dia
menyebut-nyebut nama Pelangi.
“Kau menemukannya di
gudang?” Aku mencoba untuk menebak inti pembicaraanya.
“Ya! Dia sebenarnya
tidak apa-apa, hanya..”Lagi-lagi dia tidak meneruskan kata-katanya.
“Ada
apa?”Tanyakun gugup. Sebenarnya,aku lega
tetapi karena imbuhan ‘hanya’-nya aku jadi menaruh rasa curiga.
“Ini!”Dia
menyerahkan amplop yang sedari tadi digenggamnya padaku. Aku mengerutkan
kening, lalu tanpa banyak bicara membuka dan membaca surat yang ada didalamnya.
‘Untuk Senja,
Maaf telah
membuatmu kembali teringat akan masa lalumu. Tapi,bukankah itu juga bukan
kehendakku? Ngh.. aku akan pergi! Orang tuaku ingin agar aku sekolah di
Singapura. Aku juga yang memintanya. Maaf juga untuk seminggu yang
mengganggumu. Kukira,kita akan bisa berteman baik saat pertama kali aku
melihatmu. Tapi,kau membenciku.
Tidak apa-apa! Aku
tidak menyalahkanmu. Dan untuk kakakkmu,aku turut berduka.
Pelangi’
Aku menatap surat
singkat itu dengan tangan gemetar. Bingung. Aku tidak bisa menahan
kegelisahanku setelah membaca isi surat itu.
“Dia pergi,kan? Aku
rasa kau tidak mendengarnya tadi pagi! Kau terlalu cuek padanya! Sekarang dia
pergi, bagaimana? kau puas?” Aku hanya menunduk mendengar ucapannya, ”Sebenarnya,kupikir
kau akan senang dengan kedatanganya! Karena dengan begitu kau masih punya
kesempatan untuk menjaga 1 pelangi lagi!”
Aku masih menunduk
tak percaya. Tubuhku semakin gemetar. Kau
akan punya kesempatan untuk menjaga 1 pelangi lagi!.
Kata-kata Ridwan itu terus terngiang di telingaku. Panas rasanya aku
mendengarnya.
“Tapi, sekarang kau
membuang kesempatan itu percuma! Apa yang seharusnya bisa kau lindungi malah
kau campakkan! Kau telah kehilangan semuanya sekarang!” Ridwan mengatakannya
dengan penuh penekanan pada setiap kata-katanya. Aku menutup mukaku dan
kurasakan, butiran keringat telah memenuhi seluruh dahiku. Keringat yang terasa
dingin ditanganku.
“Tapi,” Dia
melanjutkan. Aku sudah tidak sanggup mendengar kalimat selanjutnya. Aku
benar-benar kehilangan kendali sekarang. Rasa apa ini? Rasa yang perlahan-lahan
menyusup kedalam hatiku. ”Dia baru berangkat! Apa kau masih ingin meraih
pelangimu?” Setelah itu dia menyebutkan bandara dan juga jadwal keberangkatan
pesawatnya. Perlahan, aku membuka kedua tanganku dan menatap wajahnya yang
menyunggingkan senyum. ”Kejarlah langitmu!” imbuhnya.
----PDS-----
Aku berlari,berlari
secepat yang kubisa! Kurang 15 menit lagi sampai pesawatnya berangkat. Ayo!
Berlari lebih cepat lagi! Aku tidak tau apa yang sedang terjadi padaku saat
ini! Wajah gadis itu terus-menerus memenuhi otakku akhir-akhir ini! Aku gelisah
setiap saat! Aku merasa begitu membencinya setiap kali kutatap matanya! Tapi,
ternyata sekarang aku sadar bahwa segala kegelisahanku terhadapnya adalah rasa
suka yang tak dapat kupungkiri lagi!
Ya, aku menyukainya!
Sejak pertama kali aku menatap matanya. Akan tetapi, mengapa selama ini aku sama
sekali tak menyadarinya? Pikiran dan hatiku telah tertutup oleh kebencian yang
tak beralasan hanya karena namanya yang mengingatkanku pada kakakku. Aku bodoh!
Benar-benar bodoh! Dan sekarang, aku akan kehilanganya apabila aku tidak
cepat-cepat sampai di bandara untuk mencegahnya.
Akhirnya aku sampai.
Tepat didepan bandara itu aku berdiri. Langit yang seakan menggambarkan suasana
hatiku segera menumpahkan air dengan derasnya. Aku berlari masuk. Aku baru sadar.
Harus kemanakah aku mencarinya? Aku melihat jam ditanganku. Kurang 2 menit
lagi. Oh,Tuhan! Dimana dia? Aku celingukan mencarinya.
“Pelangi..” Desahku
disela-sela nafasku yang memburu. Keringatku menetes perlahan demi perlahan.
Aku khawatir dan cemas. Aku takut. Aku tak menemukanya ditengah kerumunan orang
yang membawa kopor-kopor besar ini. Kakiku mulai melemas. Apa yang harus
kuperbuat sekarang?
Jantungku semakin
berdebar. Bodohnya diriku! Mengapa aku tadi berlari seakan aku masih memiliki
harapan? Tidakkah aku berpikir bahwa ia takkan kembali? Mataku mulai basah. Dan
aku benar-benar menyesal telah menyia-nyiakannya. Pandangku buram dan otot
kakiku sepertinya sudah tak mampu lagi menopang berat tubuhku.
Aku terduduk. Tak
kupedulikan pandangan orang-orang yang menatapku aneh. Air mataku mulai menetes
dengan perlahan. Aku menatap lantai dengan tatapan kosong. Tiba-tiba, kudengar
bunyi pesawat yang lepas landas. Jantungku berdebar semakin keras. Sedang air
mataku tak henti-hentinya mengalir. Payah! Aku memukul lantai dengan kepalan
tanganku. Tubuhku berguncang menahan tangis.
“Pelangi,.” Panggilku
lirih. Aku menyesal sekaligus marah! Marah pada diriku sendiri yang begitu
tolol! Seandainya ini adalah sebuah drama pasti, masih ada harapan! Pasti masih
bisa dikejar! Tapi, sayangnya ini adalah kenyataan!
Semakin deras air
mataku mengalir. Aku tak kuasa menahanya, dan dadaku mulai terasa sesak. Aku
kehilangan semuanya sekarang! Disaat aku bisa mendapatkanya aku membuangnya!
Dan disaat aku membutuhkanya, dia berbalik pergi! Selamanya! Selamanya dari
kehidupanku!
Aku berdiri dengan
langkah gontai. Dia masih tetap tidak ada. Aku berbalik, dan melangkah keluar
bandara. Aku menatap sayu pada hujan. Walau terasa berat, aku tetap melangkah.
Selesai sudah! Semua telah selesai disaat aku baru menyadarinya!
Sebuah taksi menghalangi jalanku dengan
tiba-tiba. Berhenti tepat didepanku. Aku teralu linglung untuk menghindarinya.
Ah,aku benar-benar bodoh! Seseorang keluar dari dalam taksi tepat saat aku
mulai melangkah lagi. Tetapi, kakiku segera terhenti.
“Senja?” Panggil
seseorang yang baru keluar dari dalam taksi itu heran, ”Mengapa kau ada
disini?”Dia menatapku bingung dan dengan kening berkerut. Aku menatapnya tak
percaya. Aku sama sekali tak percaya pada mataku sendiri.
“Pelangi?” Aku ganti
memanggilnya tak percaya.
“Hei! Ada apa
denganmu?” Dia bertanya dengan nada cemas melihat keadaanku. Di dalam hatiku
terjadi pergulatan sengit. Aku merasa bingung menghadapi kejadian yang begitu
tiba-tiba ini. Padahal, aku baru saja menangis karenanya. Tapi, sekarang dia
sedang berdiri menatapku.
Kepalaku benar-benar
pusing! Tapi, aku tak mau menundanya lagi! Aku ingin mengatakan semua
kepadanya. Air mataku yang belum kering kembali turun dengan derasnya. Dia terlihat
gugup menyadarinya.
“Pelangi ...” Kali
ini, suaraku terdengar bergetar. Dia menatapku kaget. “Jangan,.Kumohon
jangan..” Aku menggigit bibirku.
“Apa? Oh, iya! Aku
tak akan mengganggumu lagi! Kau tak perlu khawatir!” Dia tersenyum sedih dan
melewatiku begitu saja. Bukan! Ini tidak benar!
“Jangan pergi! Kumohon jangan pergi!”Kudengar langkahnya berhenti. Aku dan dia berbalik bersama-sama. ”Ya, aku pikir aku membencimu! Tapi, ternyata aku salah! Ternyata, ... aku ... aku ... menyukaimu!”
“Jangan pergi! Kumohon jangan pergi!”Kudengar langkahnya berhenti. Aku dan dia berbalik bersama-sama. ”Ya, aku pikir aku membencimu! Tapi, ternyata aku salah! Ternyata, ... aku ... aku ... menyukaimu!”
Dia terbelalak
mendengarnya. Dia menatapku tak percaya.”Tapi, tapi aku ...”
Bagiku itu adalah
sebuah jawaban. ‘tapi’-nya itu telah membuatku sadar sekaligus membuat hatiku
hancur berkeping-keping. Aku tak memandang matanya untuk sesaat. Aku mencoba
untuk menguatkan diriku bahwa dunia ini memang tak seindah harapan.
“Hm ...”Aku memaksakan
untuk tersenyum,”Ya! Itu pantas untukku! Aku benar-benar orang yang bodoh!
Pergilah! Aku tidak berhak untuk memintamu kembali setelah aku mencampakkanmu!”
Aku menangis lagi. Aku memandang kelangit. Berharap, air mataku masuk lagi
kedalam mataku. ”Maaf..” Bibirku semakin bergetar, ”Aku, benar-benar menyesal!”
Aku berbalik. Dan
melangkah lagi dengan langkah pelan. Meninggalkanya. Dan mengubur semua
harapanku. Hujan berhenti turun. Pipiku masih berlinang air mata. Harapanku
telah runtuh,luluh dalam darah. Aku merasakan sakit yang luar biasa pedih. Hal
ini memang pantas untukku. Bagus. Aku kehilangan semuanya sekarang.
Kenapa begini?
Inikah rasanya sakit hati yang sebenarnya? Pahit sekali! Aku tak mau
mengalaminya lagi! Cukup sekali saja! Kakak,ibu tenangkah kalian disana?
Lihatlah kebodohanku ini. Lihatlah ketololanku ini. Aku terus mengumpat diriku
sendiri. Setidaknya, memang begitulah aku. Penuh dengan takdir yang malang dan
pribadi yang tak berguna.
“Kau mau pergi?”
Tiba-tiba seseorang berkata dari belakang. Aku menoleh dengan pelan. Dia
berdiri,memandangku. “Kau! Mau meninggalkanku? Mencampakkanku lagi?” Air matanya mulai turun perlahan. Aku tak bisa
berkata apa-apa. “Aku kan belum selesai bicara,bodoh!” Katanya di sela-sela
isak tangisnya.
“Jangan campakkan
aku lagi!”Dia mengusap air mata yang membasahi pipinya. Aku kaget. Mataku
tiba-tiba beralih menatap pemandangan dibelakangnya. Disana, tampak pelangi
yang turun perlahan dari langit. Dan dibelakangnya, matahari hampir bersembunyi
di balik gunung. Aku menatap pemandangan itu dengan takjub. Itu benar-benar
pemandangan yang indah!.”A..aku..aku juga..aku juga..” Aku menoleh padanya
lagi. Dia menunduk dan wajahnya perlahan berubah warna menjadi merah. Dia
tersipu.
Aku tercengang. Apa
yang terjadi ini? Apakah dia..? aku tidak mengerti, tapi..
“Kau mau
pulang,Pelangi? Bersamaku?” Pertanyaan itu keluar begitu saja dari dalam
mulutku. Tetapi, aku hanya mengulurkan tanganku padanya. Sekarang, entah kenapa
aku jadi merasa sangat lega. Sejuk sekali rasanya. Secepat inikah suasana
hatiku berubah?
“Mmm!” Dia
mengangguk, “Senja, boleh aku tanya sesuatu?”
“Apa?” Balasku
cepat. Dalam hati aku sangat bersyukur.
“Menurutmu,pelangi itu apa?” Aku menatapnya kaget. Wajah yang cantik itu tampak tersenyum.
“Pelangi,ya? Mm ...” Aku sengaja menggantungkan kalimatku, “Dimataku...,” lanjutku, ”Pelangi itu biasan cahaya yang sangat indah! Bahkan, ciptaan terindah yang pernah kulihat! Tapi, ..pelangi itu akan terlihat lebih indah lagi apabila ia bersama dengan senja.”
Dia memandangku. Aku
tak mengerti apa arti tatapanya itu. Tetapi, sedetik kemudian, dia menyambut
uluran tanganku.
-----------------------PDS-----------------------
hahhh keren banget hahaha. ditunggu ya cerpen yg lainn >_<!
ReplyDeleteHai' arigatou :)
Delete
ReplyDelete✔ alat pembesar penis
✔ obat kuat sex
✔ obat pembesar penis
✔ obat perangsang wanita
✔ produk kesehatan
✔ sex toys pria
✔ sex toys wanita
✔ obat pelangsing badan