Baru
saja, aku mendapatkan sebuah komentar mengejutkan di salah satu postingan
cerita pendek di blog-ku ini. Sebuah komentar yang intinya mengatakan, “Wah,
cerpen ini ada di buku SMP kelas 7, bahkan sampai sekarang masih ada bukunya.
Sebenarnya yang menjiplak buku tersebut atau blog ini?”. Sontak saja aku
terkaget-kaget membacanya. Apa? Aku dituduh plagiat?
Kulihat, komentar tersebut di-post oleh akun
bernama “unknown” pada September 2017 (Aku jarang membuka blog jadi ya begini
kurang update. Hehe). Apa-apaan komentarnya? Aku sebenarnya merasa agak kesal
karena dituduh plagiat secara tidak langsung, tapi juga penasaran, masa
cerpenku, yang abal-abal ini, yang aku sendiri ketika membacanya ulang merasa
malu, yang kutulis sewaktu aku masih SMP (FYI, ketika menulis ini, aku sudah
kuliah semester 5) ini, ada di buku Bahasa Indonesia anak SMP? Yang benar saja.
Segera saja
kutelusuri di simbah kepercayaanku dan benar saja baru kuketikkan kata kunci
“Cerpen Ruang” langsung saja ada pilihan teratas “Ruang Dimensi Alpha”. What?
Semakin terkaget-kagetlah aku. Oke, ku kliklah pilihan itu. Segera, di layar
handphone-ku, berderet ulasan dan diskusi mengenai cerpen itu. Di situ pun
dengan jelas tertulis “karya Ratna Juwita”. Wuih, bangga juga. Hehe.
Tapi, ketika
kucari-cari, sepertinya ada perubahan pada nama tokoh, yang kubuat keren, jadi
ke-Indonesia-an banget namanya. Bukan berarti ku bermaksud bilang bahwa nama
Indonesia itu jelek. Bukan. Tapi karena latar waktunya adalah masa depan, jauh
setelah bumi hancur diterjang meteor, maka nama-nama yang ada saat ini tentu
sudah tidak relevan, kan? Itu logikaku saat masih SMP ketika menulis cerpen
itu.
Perbedaannya lagi
ada pada ending cerita. Karena cerita ini kutulis saat aku masih SMP dan sering
kali membaca cerita menye-menye yang cinta-cintaan, maka alurnya pun ending-nya
romantis gitu. Tapi karena ini buku untuk anak SMP, yang seharusnya tidak
berisi cinta-cintaan dan menye-menye, penerbit sepertinya sengaja menyunting
cerpen tersebut. Mohon digarisbawahi, penerbit sama sekali tidak mengontakku
secara personal untuk pencatutan dan penyuntingan itu. Terheran.
Aku tidak
mempermasalahkan penyuntingan itu, aku mempermasalahkan ketiadaan permintaan
izin dari penerbit yang bersangkutan—aku masih tidak tahu penerbit mana yang
mencatutnya—kepadaku secara langsung. Aku menebak-nebak, apakah komentar “izin
copy” yang ada di kolom komentar postingan cerpen ini adalah dari pihak
penerbit tersebut? Aku tidak tahu.
Seharusnya, aku
mendapatkan royalti untuk pencatutan cerpen itu. Tapi bukan masalah itu yang
sedang kubicarakan saat ini, melainkan etika sebuah penerbit mengambil karya
orang dari internet tanpa berkomunikasi secara langsung untuk meminta izin pada
pihak yang berangkutan. Bahkan, aku tidak tahu jika cerpen itu dimasukkan di
sebuah buku untuk bahan ajar anak SMP. Seharusnya, aku perlu tahu hal itu.
Seharusnya.
Aku tidak tahu
etika penerbitan, sih walaupun sudah bertahun-tahun berkecimpung di dunia
penulisan. Aku pernah menjadi editor penerbitan indie, mengikuti ratusan lomba
menulis dan memenangkan beberapa diantaranya, dan sebagainya. Namun, tak dapat
dipungkiri aku ‘sedikit’ merasa bangga karyaku bisa ‘nangkring’ di buku ajar
anak SMP. Aku menyetujui penyuntingan itu karena target pembacanya adalah anak
remaja SMP, akan lebih bagus memang apabila ending ceritanya tidak mengandung
unsur romansa.
Bagi yang
penasaran dengan hasil suntingannya, bisa coba mencari tahu di mbah
masing-masing. Hehe. Kalau penasaran dengan karya aslinya, bisa pencet pilihan
cerpen di blog-ku ini dan cari judul cerpen “Ruang Dimensi Alpha”.
Sekali lagi aku
tegaskan, aku tidak plagiat. Cerpen itu bahkan sudah kuposting sejak tahun 2014
dan baru dimasukkan ke dalam buku pada tahun 2016 oleh sebuah penerbit yang
tidak kutahu rupanya. Lain kali, mungkin aku akan merasa lebih senang dan
merasa dihargai apabila karyaku diminati dan dicatut dengan sepengetahuan dan
izinku.
Yogyakarta, 3
Desember 2017
Wah, hebat ka!
ReplyDelete