Ratna Juwita
Sudah berapa kali kita mendengar
teman-teman kita berbondong-bondong meng-uninstall
aplikasi berbasis post foto ini? Ketika
ditanya alasannya, beberapa dari mereka menjawab bahwa Instagram menghabiskan
sebagian besar waktu mereka untuk memandangi foto-foto orang lain yang mungkin
tengah berlibur di sebuah tempat wisata keren, foto kebersamaan mereka dengan
pacarnya, atau foto bukti prestasi-prestasi mereka. Tanpa sadar, mungkin akan
terselip rasa iri atau bahkan minder melihat semua itu.
Aku sendiri pernah hampir meng-uninstall Instagram karena masalah yang
sama. Foto-foto yang diunggah oleh orang lain biasanya membuat kita iri, jenuh,
jengah dengan kehidupan kita yang begini-begini saja. Tanpa disadari juga, aku
jadi membanding-bandingkan diriku dengan orang lain yang seolah selalu tampak
sempurna dalam bidikan-bidikan lensa itu.
Namun aku mengurungkan niatanku. Alasannya,
hidupku sebagian besar ada di media sosial. Ketika mulai beranjak SMA, aku
mulai mengenal berbagai perlombaan menulis seperti membuat puisi, cerita
pendek, esai, dan sebagainya dari jejaring sosial bernama Facebook. Karya yang berhasil
lolos seleksi, akan dibukukan dalam sebuah buku antologi dan pengarangnya akan
mendapatkan sertifikat elektronik dari penerbit. Saat itu, sebagian besar lomba
yang marak dan kuikuti di Facebook diselenggarakan oleh penerbit indie.
Secara sederhana, penerbit indie
adalah penerbit berskala kecil yang mencetak dan memasarkan buku-buku para
penulis secara online dan dengan uang
yang dirogoh dari kantong pribadi penulis. Berbeda dengan penerbit mayor
sekelas Gramedia yang biaya penerbitan buku-bukunya ditanggung oleh penerbit
itu sendiri, bukan penulis.
Ketika berniat mengikuti berbagai
lomba menulis yang bertebaran di Facebook, aku berpikir bahwa nantinya sertifikat
elektronik yang kudapatkan bisa dimanfaatkan untuk mendaftar ke universitas
yang aku inginkan lewat jalur SNMPTN. Namun ternyata aku tidak hanya
mendapatkan itu. Karena berhasil mendapatkan juara pertama dalam salah satu
lomba menulis cerita pendek yang kuikuti, sekolah memberiku penghargaan atas prestasi
berskala nasional itu dengan uang yang nominalnya bagiku tergolong besar. Aku
bahkan tidak mendapatkan uang sepeser pun dari penyelenggara lomba karena
memang lomba tersebut tidak menjanjikan hadiah berupa uang. Tentu saja aku
senang bukan kepalang.
Aku beralih ke Instagram begitu
memasuki dunia perkuliahan karena kecanggihan gawai dan internet yang mulai melesat.
Sama seperti ketika bermain di Facebook, aku juga memanfaatkan Instagram untuk
mengikuti berbagai macam lomba kepenulisan, hingga akhirnya aku menemukan hal yang
sama sekali tak kusangka sebelumnya: bookstagram. Bookstagram adalah sebutan
untuk kegiatan di Instagram yang lebih banyak post tentang buku-buku dan kegiatan literasi lainnya.
Sejak mengenal istilah itu,
pelan-pelan aku mengganti post feed Instagram
yang semula foto-foto diri sendiri dan teman-teman, menjadi foto-foto buku. Aku
menjadi bookstagrammer! Meskipun sempat bimbang, menimbang untuk membuat akun
baru khusus buku yang terpisah dari akun pribadi, aku memutuskan tetap
menggunakan akun yang sama tanpa mengganti username
yang aku pakai sejak awal: @ra.juwita.
Perlahan-lahan, aku mulai mengenal
banyak orang yang juga memiliki hobi yang sama denganku. Orang-orang yang
memutuskan menjadi bookstagrammer biasanya memiliki tampilan feed Instagram yang bagus dan keren. Meskipun
sudah sekitar dua tahun memutuskan menjadi bookstagrammer, aku merasa tampilan feed-ku masih kalah bagus dengan
teman-teman lainnya. Terkadang hal ini membuatku sedih, tapi akhir-akhir ini
aku justru jadi terpacu untuk menampilkan konten feed Instagram yang sama kerennya dengan bookstagrammer lain.
Sejak itu, aku menemukan banyak hal
baru mengenai dunia perbukuan dan literasi yang sangat kusuka. Aku memang tidak
seintens dulu mengikuti lomba, tapi beberapa kali masih mengikutinya. Beberapa
perlombaan aku menangkan, tapi lebih banyak yang tidak. Hehe.
Selain itu, aku memanfaatkan
Instagram untuk mengikuti akun-akun belajar bahasa Inggris, bahasa Jepang, akun
penerbit, motivasi, informasi lomba, informasi beasiswa, dan masih banyak
lainnya. Aku memanfaatkan aplikasi ini semaksimal mungkin untuk mendukungku
terus berkembang. Ada kalanya aku merasa jenuh dan mengalami demotivasi,
memang. Ada kalanya aku malas sekali membaca buku dan memotret mereka, sehingga
selama beberapa bulan aku vakum dari dunia bookstagram. Akan tetapi, buku pula
yang menjadi alasanku bersemangat dan kembali mendapatkan motivasi.
Aku mengenal banyak orang yang
menginspirasi di Instagram. Termasuk baru-baru ini, aku mengenal seorang teman
yang sangat menginspirasiku untuk menjalani kehdupan lebih baik lagi. Berkat
dia, aku mulai melakukan olahraga secara rutin (walaupun hanya sekedar sit up,
push up, flank, dsb) dan mulai menyadari pentingnya menjaga makanan yang masuk
ke dalam tubuh.
Darinya aku belajar bersabar,
mengendalikan emosi, dan menghargai orang lain lebih daripada sebelumnya. Ia
mengingatkanku untuk kembali pada Tuhan yang selama dua tahun ini terasa jauh
akibat pemikiran-pemikiran sekuler. Ia juga yang membuatku lebih banyak
bersyukur dan untuk pertama kalinya, menangisi orang lain begitu sering. Intinya,
ia benar-benar memberiku motivasi untuk menjadi lebih baik lagi dan berusaha
jauh lebih keras lagi. Dia memotivasiku.
Banyak hal baik yang aku dapatkan dari
Instagram, karena itulah aku mengurungkan niat untuk meng-uninstall-nya. Aku tidak tahu akan berapa banyak lagi hal baik yang
bisa kudapatkan dari aplikasi ini, asal memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.
Mungkin bagi beberapa orang yang hidupnya tidak berkutat pada Instagram, Instagram
dapat menjelma menjadi toxic yang
alih-alih membuat kita berkembang, justru membuat frustrasi.
Ya, setiap orang punya pilihan dan
jalan hidup. Namun bagiku, Instagram sudah menjadi bagian dari hidup. Jadi, aku
akan terus mencoba memanfaatkannya sebaik mungkin dan melakukan hal-hal yang
bisa bermanfaat untuk orang lain. Lewat hal-hal kecil seperti memberi manfaat dari
buku yang kubaca.
What??? Impossible for meeeh!!!
ReplyDeleteImpossible buat uninstall maksudnya? wkwk
DeleteSebenarnya instagram banyak manfaatnya , kalau dimanfaatkan dengan baik . Dan jangan cuma dipakai untuk ngestalking mantan :D
ReplyDeleteWkwkwk itu termasuk kamu nggak tuh ><
Delete